Selasa, Februari 12, 2008

Info Kaderisasi UKK UNP

Renungan 2

Zona Nyaman yang Melalaikan

Dikaitkan dengan aktivis dakwah yang Insya Allah telah menyadari bahwa tidak selamanya ujian dari Allah itu adalah dalam bentuk kesusahan dan celaan, karena boleh jadi ujian itu adalah dalam bentuk kenikmatan dan pujian, maka hendaknya kita mewaspadai “zona nyaman” ini.

Zona nyaman yang dimaksud disini adalah kondisi cepat puas dan merasa cukup dengan apa yang telah dicapai sehingga melalaikan ekspansi dakwah. Padahal seorang du’at tak seharusnya memiliki sifat puas. Allah SWT berfirman : “ Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (QS : Alam Nasyrah : 7)

Sang aktivis bisa dikategorikan dalam posisi nyaman apabila :

  1. Disibukkannya aktivis pada masalah-masalah sepele internal organisasi (yang seharusnya tak perlu dipermasalahkan) sampai mengabaikan masalah eksternal yang jauh lebih urgent.
  2. Banyak menghabiskan waktu dengan bercanda dan ngobrol-ngobrol sesama aktivis sehingga kurang instropeksi diri. Jika hal ini yang terjadi, maka sesungguhnya pada saat itulah kita berada dalam keadaan stagnan, tak bergerak.
  3. Para aktivis sibuk dengan kegiatan-kegiatan Islam, padahal orang-orang diluar aktivis sama sekali tidak tersentuh, tidak ngeh, atau yang lebih parah tak tau ada organisasi Islam di kampus atau dilingkungan mereka.
  4. Para Qiyadah (pemimpin) struktural organisasi Islam, sibuk sendiri dengan anggotanya. Ia mengetahui bahwa dirinya adalah qiyadah bagi para jundi, namun jundi-jundi itu sendiri tidak menyadari bahwa anda adalah pimpianannya. Sehingga tanpa sadar, sipakah pengikut-pengikutnya.
  5. Merasa cukup dengan kondisi organisasi Islam yang dirasa telah banyak pengikutnya, “Hingga tak ada lagi fitnah dan agama ini hanya milik Allah.” Terlebih tak selayaknya kita bangga dengan jumlah,” …maka jumlah yang banyak ,’ … itu tidak memberi masukan. Hunuiain yang diwaktu kamu menjadi congkak karena banyak jumlah, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi mamfaatkepada kamu sedikitpun…” (QS : At- taubah : 25-26)
  6. Puas hanya berkutat dilingkungan sesama aktivis saja akibat terlena dengan aneka pujian dan kekaguman para pengikut kepada dirinya.

A’laa kulli hal, Kita baiknya merubah sudut pandang kita, terjun kelapangan dan menjadikan yang batil itu sebagai agenda bersama untuk dihadapi. Kita jangan bangga dengan jumlah ADK sekarang yang sudah mulai banyak ±600 orang, tapi coba bandingkan dengan jumlah Mahasiswa UNP sendiri 25000 orang. Berapa persenkah kita dan berapa persenkah objek dakwah kita ?. maka, jangan posisi nyaman ini membuat kita lalai dengan tugas-tugas kita sebagai seorang da’i.•••©Asad_49214

Fastabiqul Khairat !!!.................. Allahu Akbar!!!................

Renungan

Ambillah Waktu Untuk Menangis

Terkadang, target-target pencapaian dakwah ini beririsdan sangat besar dengan kenikmatan dunia. Ia bisa mewujud kedalam kekuasaan, jabatan, dan kelapangan harta. Mengelola dakwah untuk pencapaian tersebut, diartikan dengan pola kerja rapi, terstruktur, tepat waktu, dan sesuai dalam reward. Lalu perlahan-lahan kita terjebak dalam konteks kerja, dan terlepas dari konteks dakwah. Lepas dari konteks dakwah bukan dalam hal substansial, melainkan dalm hal operasional.

Budaya kerja dakwah, masih sering terjebak dalam “SKS” ( Sistem Kebut Sesa’at). Ketika waktu tersisa singkat, kesadaran untuk mengejar target lahir mendesak. Akhirnya kerja meninggalkan kerja serabutan, tambal sulam, dan tergesa-gesa.Pada saat seperti itu, amal jama’I adalah pemahaman tanpa makna. Kerja dakwah sangat berorientasi target pencapain dan miskin taushiah. Perlahan-lahan hati menjadi gerah, dan akhirnya miskin sentuhan dan kepekaan.

Realita dakwah mengambarkan kenyataan yang konyra produktif terhadap sunnatullah-Nya. Seharusnya seorang yang aktif dan memilki mobilitas dakwah yang dinamis, semakin menikmati kedekatannyadengan Allah SWT. Semakinlembut hatinya da semakin kuat ukhuwahnya. Di lapangan, kondisi yang terjadi justru terbalik. Mobilitas dakwah yang kita punya, mengurai jarak antara kita dengan ikhwah. Dinamika kita yang sedemikian pesat, menumpulkan hati dan perasaan dari getar kelembutan. Mata kita yang terjag karena amanah, semakin kering dan tak mampu menangis lagi. Hal ini harus membuat kita mengevaluasi kembali, apakah dakwah yang kita usung ini? Untuk siapakah semua ini kita korbankan ?

Peralihan dakwah dari mihwar ke mihwar, menyisakan pertanyaan tentang kesiapan kita akan fitnah yang akan ditimbulkannya. Sosok utama. Umar bin Khatab ra, menangis tersedu-sedu, membayangkan kekuasaan dan kejayaan Islam ketika Persia ditaklukkan. Bukan karena nahagia kan kemenangan, melainkan khawatir akan kelalaian para da’I mujahid karena kekuasaan dan kekayaan. Jika sahabat mulia ynag terjamin keimanan dan pengorbanannya untuk dakwah Islam, mengambil waktu untuk menangisi dirinya dan ummat yang dimudahkan Allah dalam kemenangan, maka bagaimanakah lagi kita ? Kita belum lagi membuktikan ketsiqohan kita kepada Allah, Islam, dan Dakwah. Kita masih sering menakar amanah dakwah kita dengan kepentingan dan kebutuhan hidup. Kita masih sering lalai dengan jadwal dan bekerja serabutan. Kita masih sering menakar-nakar amanah dakwah yang kita lakuakan. Tentunya kitalah yang paling layak untuk menangis.

Sesungguhnya para penghuni syurga, ari kalangan sahabat yang Rasulullah kabarkan, adalah sosok-sosok lembut yang mudah berurai air mata. Jika masih mereka menjadi contoh hidup perjalanan dakwah kita, maka mari melihat kelemahan diri kita masing-masing. Asesungguhnya mereka menghabiskan waktu hidupnya lebih banyak dari yang mampu yang kita sumbangkan untuk dakwah. Mereka membelanjakan hartanya lebih banyak dari kita. Mereka lebih mempunyai loyalitas yang lebih luar biasa dari kita.

Jika kita tidak mampu mengeja semua keutmaan mereka. Maka minimal, ambillha waktu menangis. Semoga Allah Menyayangi kita yang mengakuyi kelemahan dan kelalaian yang banyak. Semoga Allah merahmati kita dengan air mata ketulusan. Semoga Allah menjadikan mata dan airnya sebagai saksi taubat dan penyerahan diri kita. Wallahu’alam. •Asad_49214.red

Senin, Januari 14, 2008

Info

Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin: Arah dan Strategi Gerakan Islam Harus Sama
Senin, 10 Des 07 05:04 WIB

Pascajatuhnya rezim Soeharto, banyak gerakan Islam di Indonesia bermunculan. Dengan beragam bidang yang ditekuni, mereka berharap gerakan mereka memberikan kontribusi untuk umat. Tapi, sayang sudah sepuluh tahun era reformasi ini berjalan, akhir-akhir ini gerakan-gerakan Islam itu justru menuju ke arah yang tidak jelas.
Kenyataan itu menyimpulkan, masing-masing gerakan itu bergerak untuk kepentingan kelompoknya. Sementara itu, di sisi lain invansi pemikiran dari Barat, yang merupakan kelanjutan dari proses werternisasi (pem-Barat-an) kurang direspon oleh gerakan-gerakan itu. Diakui atau tidak, pem-Barat-an telah mengganjal gerakan-gerakan Islam itu.
Untuk menghadapi itu semua, berikut nasehat cendiakawan Muslim, yang juga aktivis ekonomi kerakyatan, Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin kepada eramuslim. Berikut petikannya:
Fenomena arah gerakan-gerakan Islam akhir-akhir ini cukup mengkhawatirkan. Sebab, arah dan strategis mereka tidak menuju pada satu titik. Bagaimana ini terjadi? Memang gerakan-gerakan Islam sekarang itu sangat semarak. Tapi, barang kali dengan tekanan-tekanan yang berbeda-beda, gerakan Islam itu mengarah kepada pembangunan sosial kemasyarakatan. NU dan Muhammadiyah sebagai contoh persis sebagai gerakan keummatan yang bergerak di bidang sosial keummatan, pendidikan, dan sedikit bidang ekonomi. Tapi sekarang ada juga yang bergerak di bidang politik, melalui partai-partai Islam dan bergerak di bidang politik praktis. Tentu saja kita men-support mereka dengan catatan nilai-nilai keIslaman tetap mereka junjung tinggi.
Tapi ada juga gerakan Islam yang sama sekali tidak mau terkait dengan politik. Mereka hanya menekankan pada pemikiran Islamiyah. Ini banyak sekali, baik yang berseberangan dengan yang lain, ataupun gerakan keummatan yang hanya bidang ekonomi, dakwah, dan pendidikan. Singkatnya banyak gerakan yang heterogenitas, punya variasai yang luar biasa dalam gerakan keumatan ini. Walaupun sekarang ada perbedaan-perbedaan, kita harapkan ke depan arahnya sama, dan langkah-langkah strategisnya juga sama.
Kelihatannya gerakan-gerakan Islam itu berjalan sendiri, dan tidak saling koordinasi. Betul demikian? Iya. Itu betul. Saya melihat masih begitu. Masing-masing jalan dengan sendiri dengan konsepnya. Jalan sendiri dengan pemikirannya. Kadang-kadang juga statemen yang disampaikan juga kontraproduktif, tidak merupakan kesatuan yang utuh. Saya kira ke depan ada kelompok-kelompok yang menjadi perekat antarkelompok yang ada. Ini kita harapkan dari kalangan muda, saling berkomunikasi, berdialog dan bermusyawarah. Karena ini adalah bagian dari dakwah dan perekat, termasuk perekatan pemikiran. Kalau tidak pernah berdialog dan bersilaturahim, maka akan berjalan dengan sendiri-sendiri. Saya kira yang berkaitan dengan perekatan umat ini, perlu kita bangun bersama.
Selain minimnya silaturahmi antargerakan, ada semacam kesimpulan mereka hanya memikirkan kelompoknya sendiri? Ya banyak faktorlah. Banyak yang sekadar memikirkan dirinya sendiri dan kelompok. Mereka belum merasa perlu terlibat membangun dan berkontribusi kepada gerakan lainnya. Saya kira hal ini perlu kita luruskan bersama. Dan kita tentu sangat tidak berharap antar satu gerakan dengan yang lain saling mencela. Seharusnya satu sama yang lain harus saling mengisi kekosongan. Misalnya, ada gerakan yang hanya bergerak di bidang pemikiran, mestinya ia harus disupport dengan sikap amaliyah. Dan sebaliknya.
Untuk menyatukan gerakan-gerakan ini, apakah ke depan perlu wadah atau forum tersendiri? Saya kira forum sudah ada. Sebenarnya, bukan masalah forumnya. Tapi kesadaran individu atau pemimpinnya dengan hati yang jernih dan dengan mengakui kekuatan yang lain, untuk bersatu. Tapi kalau yang diakui hanya kekuatannya sendiri, dan tidak mengakui kelemahannya, saya kira tidak akan pernah terjadi silaturahim itu.
Satu hal yang krusial adalah masalah pemikiran. Bagaimana ke depan umat mampu merespon gerakan pemikiran secara cepat? Ya memang salah satu kelemahan kita, jarang berfikir secara mendalam. Kita hanya berfikir hanya very perial, di sini-sini saja. Sementara yang lain mengikuti gerakan–gerakan keIslaman yang mendalam, katakanlah JIL(Iaringan Islam Liberal). Kita menolak gerakan-gerakan pemikiran mereka yang sistematis yang dikemas secara dengan baik. Dan buku-bukunya juga penampilan bukan isinya tapi penampilannya cukup kuat. Jadi gerakan yang di koordinasikan dengan dana yang cukup besar terus kita hadapi pula dengan gerakan-garakan pemikiran yang sama.
Saya kira kita tidak bisa mengahadapi pemikiran seperti itu secara emosional tetapi harus secara mendalam, pemikiran dilawan dengan pemikiran. Kita diperintahkan berjihad seperti itu. Jadi hadapilah dengan ghazul fikri-ghazulfikri, budaya dengan budaya, tulisan dengan tulisan. Lalu dengan gerakan-gerakan keIslaman bisa lebih menukik mereka menulis, membaca, menggali, khazanah-khazanah keilmuan yang telah di pelopori para ulama yang terdahulu karena mereka juga luar biasa jasanya.
Memulainya dari mana? Dimulai dari pendidikan, kita harus menyiapkan kader-kader untuk mendalami masalah ini, dilatih menulis mendiskusikan dengan baik dengan mempertahankan etika dan akhlak yang baik. Berdiskui itu tidak dengan emosional tidak mengarah kepada pribadi, tetapi mengarah kepada pemikiran- pemikiran saya kira itu harus di bangun, system pendidikan inilah, salah satu kenapa Ibnu Khaldun dibangun program Pascasarjananya, yang juga ada bidang Pemikiran Islamnya.
Kita melihat konsep-konsep selama ini tidak hanya pemikiran Islamnya, tidak pada politik. Saya kira kita harus ada pembagian tugas. Politik perlu karena semua juga akan ada kekuatan politik, karena untuk undang-undang perbankan syari’ah perlu politik. Undang-undang pornoaksi saja belum selesai, itu juga karena itu kita perlu kekuatan politik, ekonomi juga perlu. Tapi, semua pembagian tugas dan koordinasi satu dengan yang lain.
Selama ini belum terkoordinasikan dengan baik? Belum. Belum terkoordinasikan dengan baik. Karena kita asyik dengan kegiatan masing-masing kita sendiri.
Menghadapi gerakan pemikiran yang kencang dari Barat, kelihatannya umat ini tak siap. Bagaimana menurut Anda? Saya kira kita harus mempersiapkan diri. Sebenarnya umat Islam telah mempersiapkan diri, hanya saja itu belum kelihatan, dan itu harus serius. Soal pemikiran itu harus serius. Masalahnya kita ini sering asal-asalan terhadap program yang kita lakukan.
Itu lazim di gerakan-gerakan Islam? Iya. Kita terlalu banyak pekerjaan yang lirik, tapi jarang yang fokus. (dina)

Kamis, Januari 10, 2008

News


Milad 20 Th HAMAS, Mengenal Lebih Dekat Abu Ubaidah, Jubir Izzuddin Al-Qassam

Menurut Abu Ubaidah, “Sebenarnya yang kami lakukan selama ini, sebagian besarnya adalah berdasarkan aksi pengamanan. Karenanya, berbagai sarana dan strategi kami akan tetap tidak diketahui. Tidak mungkin kami mengumumkan sarana yang kami miliki secara terang terangan. Kami hanya bisa mengatakan ada banyak sarana perang yang belum pernah kami gunakan sama sekali sebelum ini. "
"Kami juga mempunyai taktik strategi yang akan dilakukan pada waktu dan tempat yang tepat. Israel tahu benar tentang kemampuan kami tersebut. Meski mereka terus menerus melakukan serangan, namun mereka tahu bahwa ada taktik dan strategi yang belum dilakukan oleh kami. Brigade Al-Qassam masih memiliki banyak strategi dan sarana yang akan digunakan di waktu yang tepat untuk mengejutkan Israel. ”
“Allah swt mengkaruniai kami barisan pejuang ahli yang mampu mengembangkan sarana perang untuk mengusir Israel. Setiap hari mereka menghasilkan produk perkembangan baru yang mereka lakukan dengan sarana sederhana dari tangan-tangan mereka. Mereka setiap hari mengembangkan kekuatan yang kami punya untuk menghadapi Israel. Ini merupakan salah satu keberhasilan perlawanan Palestina. "
"Itulah yang menyebabkan Israel harus berpikir ulang untuk melakukan serangan darat dan laut terhadap Ghaza karena mereka tahu ada kemampuan militer pejuang kami yang mampu menangkis bahkan mentargetkan pasukan Israel, tanpa diduga sebelumnya. “


Kami Terdidik dengan Al-Qu`ran

Bagaimana cara Al-Qassam mendidik kadernya, dijelaskan oleh Abu Ubaidah. “Kader Al-Qassam adalah bagian dari rakyat Palestina dan kader Hamas yang melakukan secara rutin melakukan pembinaan diri sebagaimana kader kader gerakan yang lain. Hanya saja mereka melakukannya sesuai dengan kondisi yang mereka hadapi. "
"Setiap kami terdidik dengan Al-Qur’an, setiap kami terlibat dalam kamp-kamp pelatihan, patroli dan penjagaan perbatasan. Itu adalah kesempatan paling indah bagi kami karena kami menginginkan mati syahid. Saudara-saudara kami yang tidak terlibat dalam aktifitas perlawanan, banyak yang meminta untuk bisa bergabung dalam sayap militer Al-Qassam. Hampir semua pemuda Palestina berharap mereka menjadi bagian dari perlawanan ini agar menjadi duri yang tajam bagi penjajah Israel yang zalim. “


“Para pejuang yang syahid semuanya melekat dalam hati saya terutama Syaikh Ahmad Yasin dan Rantisi. Mau tidak mau gugurnya mereka memberi pengaruh kehilangan pada aksi perlawanan. Tapi kami yakin aksi kami harus terus berjalan. Akan ada generasi baru menggantikan generasi sebelumnya. Sebagaimana saat Rasulullah saw wafat, muncul pula banyak tokoh lain yang meneruskan perjuangannya. Kami insya Allah terus menerus melakukan regenerasi dan revitalisasi bagi perjuangan ini. ” (TAMAT/M. Lili Nur Aulia, disarikan dari wawancara media Aljazeera, Ikhwanonline, Palestine Information Center, Alqassam)